Suguhan untuk jelata
Sejak lahir kedunia
Aku berjalan dihari siang
Meminang segala senang
Mengelak dari tak enak
Sampai letih lesu meracunku
Terkapar dibawah langit
Dengan perasaan sengit
Menolak terik membakar kulit
Malam ku damba lebih sejuk
Memberi sedikit tenaga
Tuk sekadar merangkak dan meratap
Tapi terlalu gelap surga ku tatap
Aku terhenti disini
Memungut nafas batu dan debu
Yang begitu sesak menyiksa
Dan hanya itu suguhan untuk jelata
Napas dari langit
Napas segar langit
Berembus tembus kehulu
Menghalau segala nanar
Pandangku kembali binar
Berita putih awan ku baca
Bahwa masa lalu
Telah menjadi budak derita
Dan kesepian tak lagi bertahta
Direrumputan taman perbatasan
Terdengar langkah merpati
Menuju tempat berdesing
Tapi sudah tak asing
Saat ku lihat kuncup bunga
Mekar dicelah ranting
Dandelion yang mencintai hidup
Terbang kemanapun angin bertiup
Jelita Purnama
Jingga tak pudar setelah senja
Hanya beralih kelain mata angin
Memang itu warna yang sama
Mungkin ada yang sedikit lebih tua
Purnama bertangkup sempurna
Begitu jelita kau punya cahaya
Berpendar dilangit timur
Siap berjaga habisi malam buta
Tergoda aku sudah dari dulu
Meski kau tak pernah merayu
Sampai lebih tak peduli hari-hari
Kecuali untuk kau ku amati
Teramat ingin ku petik seluruhmu
Dan ku jadikan pelita kamar
Agar kau dan aku berselimut satu
Sialnya, aku tak mampu!
Pak Tani
Sinar mentari mendekatkan
Harapan dari hari yang jauh
Saat musim hujan padi ditanam
Petir dan air menari bersamaan
Benih kini batang menjulang
Telah bunga berubah jadi buah
Panjang tangkai tunduk berisi
Meski hijau kuning masih sedikit lagi
Nyanyian alam semakin merdu saja
Angin menyeru gugurkan daun
Hiasan jalan setapak menuju sawah
Ditepi hutan yang mengharum
Dan tepat pada hari panen raya
Kembali cinta membuat pak tani lupa
Bahka buta tak mampu melihat apa-apa
Selain mata anak-anaknya
Kabar Dari Gunung
Remang gunung ku pandang
Tinggi menusuk langit tak biru
Tercemari banyak kabut haru
Dari uap limbah yang dibuang kelaut
Sepasang mata membawa hasrat
Kepuncak sampai dengan cepat
Mencari ketenangan dari bising
Deru mesin dan kesombongan
Namun tak ada senyum pohonan
Ular dan tikus kerjasama
Menyelamatkan spesiesnya
Dari racun sampah plastik
Mereka bertapa di akar mawar
Yang tinggal satu-satunya
Sejenak aku turut berduka
Setelahnya ingin ku hujamkan
Segala cerita kejantung para raja
Puisi Karya Semesta
Bersama elegi
Sebait puisi
Ia letakkan
Di atas geladak
Sampan rapuh
Limbungan keluh
Bersama tugur
Merah anggur
Matahari tua
Dan kesepian
Putih dandelion
Aku mengeja
Setiap aksaranya
Kunang-kunang
Kunang-kunang digenggaman
Ku tangkap ia ketika hinggap
Didaun delima halaman rumah
Waktu orang belum asyik sendiri
Sinarnya tidak terlalu terang
Berkedip seirama detak jam
Tapi cukup untuk dikenang
Mekar berseri dalam ingatan
Ia tak lapuk digilas waktu
Meski tahun telah jauh meninggalkan
Seperti teman dan kampung halaman
Tetap seistimewa udara pagi
Tak ada apapun mampu mengganti
Dan tak juga masa lalu terulang kembali
Cerita Orang Hidup
Malam menggaungkan kesepian
Dingin membunuh dengan pelan
Pundak bercucuran keringat tak hangat
Gelisah pun menyusup keurat
Berdetak jantung lebih cepat dari berlari
Nafas tersendak pengap
Dalam gelap mata yang tertutup
Lidah kelu enggan mengucap maaf
Suara lain mendengung seperti dari setan
Berjam-jam terus menghujam
Dan hanya kata tenang
Sebagai tameng untuk bertahan
Ku kira ajal menjemput
Dan takut pada cerita maut
Versi orang yang masih hidup

Omni
BalasHapus