Sebelum Bertemu
Karya: M. Aan Mansyur
Perihal paling indah dari langit
Dan langit-langit tidak pernah
menjawab ketika kau bertanya
Mereka menginginkan kau
meragukan keyakinan selamanya
Orang butuh, kata orang
Lebih sering sendiri agar bisa jujur
Aku mencintaimu dengan pikiran
dan perasaan yang tak bisa
kuubah jadi kata-kata
Apakah diam adalah dusta?
Tetapi kekasih dan puisi sama saja
Tempat sembunyi
Kata-kata dan makna
saling menghindari
Agar bisa mencintai dan memberi
rasa aman bersamaan
Pembacaan
Puisi Sebelum Bertemu membuka ruang ambiguitas antara langit, cinta, dan bahasa.
Langit di sini adalah tanda kekekalan, sesuatu yang tampak dekat tetapi tak tersentuh. Pertanyaan pada langit yang tak pernah terjawab menggambarkan kerapuhan spiritual dan keraguan, seolah ada kekuatan di luar manusia yang justru menuntun pada kebimbangan. Di dalamnya mengandung isyarat sebuah jawaban yang tidak ada di luar, melainkan di dalam diri yang berani menghadapi sunyi.
Kesendirian ditampilkan bukan sebagai kutukan, melainkan sebagai kejujuran. Hanya dalam sepi manusia bisa melepas topeng dan berjumpa dengan dirinya sendiri. Tetapi cinta hadir sebagai paradoks yang begitu besar, begitu penuh, namun tak bisa diucapkan. Kata-kata kehilangan daya dan justru diam yang muncul. Namun diam itu sendiri menimbulkan kegelisahan apakah ia ketidaksetiaan, atau justru bentuk paling jujur dari cinta yang tak terdefinisikan?
Puisi ini lalu menempatkan kekasih dan puisi dalam satu poros yang sama yaitu keduanya adalah ruang persembunyian. Kekasih menjadi tempat berlindung sebagaimana puisi juga menjadi ruang aman bagi perasaan yang tak mampu dijelaskan secara langsung. Kata dan makna dalam puisi selalu bermain petak umpet, tak pernah benar-benar menyatu, dan justru di dalam permainan itulah lahir rasa cinta dan rasa aman. Yang tidak terucapkan menjadi bahasa lain yang lebih dalam (bahasa keberadaan, bahasa tubuh, bahasa hadir).
Puisi ini akhirnya adalah kesaksian tentang kerinduan sebelum perjumpaan, kerinduan pada jawaban, pada cinta, pada keutuhan yang hanya bisa disentuh lewat permenungan yang penuh makna.
Wawan Sutaji

Ombi
BalasHapus