Cerpen Rizki Mohammad Kalimi: Sepucuk Surat


Tiba-tiba pada suatu pagi, ada seseorang mengetuk pintu rumahku “Permisi !”. seseorang mengucapkan kata itu berulang-ulang sampai aku membuka pintu dan menghampirinya, setelah kubuka terlihatlah seseorang dengan seragam oranye berdiri tepat dihadapanku, ia memegang sebuah amplop dan bertanya “Apa benar ini kediaman Mustofa?”. Tanyanya. 

Aku baru mengetahui ternyata ia adalah seorang pengantar surat, setelah melihat ada lambang Pos yang ada dipakaiannya.

“Iya benar, saya sendiri Mustofa”. Jawabku dengan mencoba menyunggingkan senyum agar terlihat ramah di hadapan tukang pos itu. Dalam hatiku, walaupun ia hanya seorang tukang pos, tapi aku harus tetap memberikan kesan bahwa aku adalah orang baik.

“Ada titipan untukmu”. Tukang pos itu berbicara sambil memberikan sebuah amplop yang sedari tadi di pegangnya. Setelah amplop itu berpindah tangan, ia segera pergi untuk mengantarkan kiriman-kiriman lain yang memang sudah menjadi tugasnya.

            “Kiriman dari siapa ini?”. Aku bertanya pada diriku sendiri sambil membolak-balikan amplop itu untuk mencari tahu siapa pengirimnya, hanya saja yang ku temukan hanya tulisan alamat tujuan pengiriman yang tak lain adalah alamat rumahku. Karena dipenuhi rasa penasaran, aku segera membuka amplopnya dan kutemui selembar kertas, yang setelah kulihat secara seksama ternyata adalah sepucuk surat.

            Segera kubaca kata-perkata tulisannya,

            

            Teruntuk Mustofa,

            “Dunia ini adalah panggung sandiwara, tapi berhentilah memakai pakaian yang bukan milikkmu!”.

                                                           

                                                            Mayangda, 17 Ramadhan 1440 H

                                                            Tertanda,

 

                                                            Maulana

            Setelah kubaca surat itu, barulah aku mengetahui bahwa pengirimnya adalah Maulana. “Maulana! Apa maksudnya?”. Kembali aku bertanya pada diriku sendiri. Maulana adalah seorang guru bagiku, ia mengajarkan banyak hal tentang kehidupan, bahkan lebih jauh daripada itu Maulana sudah seperti ayahku sendiri, dimana ia selalu memberikan kasih sayang dan perhatian kepadaku. walaupun terkadang nyeleneh juga.

Tapi setelah aku mengingat-ngingat perjumpaan terakhir kami, sudah lama juga kami tidak berjumpa, kurang lebih sudah satu tahun lamanya setelah Ramadhan tahun kemarin. Itulah pertemuan terakhir kami. Melihat surat itu rasanya rindu sekali aku pada Maulanaku, ingatanku diseret secara paksa mengingat kembali momen-momen saat dirinya memberikan ilmu dan nasehat.

“Hemh !”. karena masih kebingungan akan maksud pesan Maulana, aku kembali membacanya berulang-ulang sampai membuat kepalaku penat memikirkan maknanya. Kalimatnya sederhana dan pendek, tapi pemahamanku belum sampai untuk menangkap maksud dari Maulana “Dunia ini adalah panggung sandiwara, tapi berhentilah memakai pakaian yang bukan milikmu!”. “ ‘Dunia ini adalah panggung sandiwara’. Bukankah itu adalah frasa yang diungkapkan olek karakter Jaques dalam sebuah monolog karya Wiliams Shakespeare? Lalu ‘tapi berhentilah memakai pakaian yang bukan milikmu’. Sejauh ini aku selalu memakai baju, celana, dan aksesoris milik pribadi. Kapan aku memakai pakaian orang lain? Semua yang ku kenakan adalah miliku sendiri”.

Aku berjalan ke arah jendela untuk mencari sedikit udara segar yang mungkin bisa membuatku tenang, kebetulan saat ini masih pukul delapan. Aku akan sedikit bermeditasi di bawah sinar ultraviolet agar daya pikirku kembali segar. Penat sekali rasanya kepalaku, rasa rindu kepada Maulana dan mumet kepada pesannya bercampur aduk didalam pikiranku.

Aku menarik nafas panjang dan melepaskannya secara perlahan, kedua kelopak mataku mulai kupejamkan. Sinar matahari mulai menyentuh kulitku dan mencoba menerobos masuk lewat pori-poti kulit, sinar matahari pagi hari memang memberikan beberapa manfaat kesehatan pada tubuh, salah satunya adalah memberikan aura positif pada mahluk hidup yang terkena sinarnya.

Selang beberapa waktu, aku mengakhiri meditasiku dengan kembali menarik nafas panjang untuk menghirup udara segar dan mengeluarkan karbondioksida yang menjadi racun di dalam tubuhku secara perlahan.

Aku kembali membuka kelopak mataku, pandanganku langsung terarah pada kegiatan yang terjadi di luar jendela. Di jendela yang berbentuk persegi seperti televisi itu aku melihat berbagai realitas yang terjadi, laju kendaraan yang hilir mudik begitupun pejalan kaki, para karyawan, pedagang-pedagang yang berjejer di sepanjang trotoar, orang kaya, orang miskin, pengemis, orang yang memakai jas, orang yang memakai peci dan sorban, dan masih banyak lagi realitas yang terlihat di jendela rumahku ini. Semua realitas itu seperti ada pada sebuah pertunjukan yang tokohnya memerankan berbagai macam peran.

“Tapi tunggu dulu, bukankan sandiwara adalah pertunjukan lakon atau cerita?”. Aku kembali bertanya pada diriku sendiri. “Maulana dalam pesannya berucap bahwa ‘Dunia ini adalah panggung sandiwara’. Berarti jika sandiwara tentu ada tokoh yang berpura-pura menjadi karakter tertentu atau sederhananya pastilah ada tokoh yang bersandiwara?”. Pertanyaan dan asumsi yang mengawang-ngawang mulai berkeliaran di dalam pikiranku.

Setelah tadi aku melihat berbagai realitas yang terjadi lewat jendela rumahku, aku mulai sedikit memahami kemungkinan pesan dari Maulana, “benar juga kata Maulana bahwa ‘Hidup ini adalah panggung sandiwara’ seperti halnya pertunjukan orang-orang berperan dengan perannya masing-masing”.

Aku teringat akan kata-kata dalam Novel Alcemist karya Paulo Coelho bahwa “Setiap orang di dunia ini, apa pun pekerjaannya, memainkan peran penting dalam sejarah dunia. Dan biasanya orang itu sendiri tidak menyadarinya”. Inilah mungkin yang dimaksud oleh Maulana bahwa “Hidup adalah panggung sandiwara”.

“Maulana aku mulai paham tentang apa yang kau sampaikan !”. Aku kembali berjalan menuju meja dimana tadi aku meletakan surat dari Maulan, kubaca kembali secarik kertas itu masih ada beberapa kata lagi yang harus aku cari tahu maksudnya “Tapi berhentilah memakai pakaian yang bukan milikmu”. Setelah membacanya, kembali aku merenung. “Nampaknya aku harus kembali memutar otak lagi”.

Pada satu bilah sisi apa yang dilakukan Maulana dengan mengirimkan surat aneh ini sangat membuatku pusing, tapi di bilah sisi lain, ini membuatku berpikir dalam. “Maulanaku masih seperti yang dulu, memberikan pelajaran dengan hal-hal yang kadang di luar penalaran”. Kegiatan menafsir pesan ini ibarat sebuah permainan di mana aku harus menemukan puzle-puzle terpisah untuk membuatnya menjadi sebuah rangkaian puzle yang utuh.

Tapi ada sedikit hal yang aneh juga pada pesan itu, pesan pertama Maulana mencoba memberitahuku dengan membuat pernyataan, dan di kalimat berikutnya Maulana memberikan sebuah perintah dengan menyuruhku untuk tidak memakai pakaian orang lain. Bentuk perintah ini sekaligus juga adalah bentuk larangan. Keadaannya seperti Maulana tahu bahwa aku sering menggunakan pakaian orang lain. "Tapi kapan ?”.

Dengan penuh rasa penasaran aku segera mengecek isi lemariku, ditakutkan ucapan Maulana benar jika selama ini aku sering menggunakan pakaian orang lain. Aku keluarkan semua isi lemariku, aku cek lagi satu persatu dari pakaian yang sudah lama tidak ku pakai sampai pakaian yang terakhir aku beli, tapi tetap saja aku merasa yakin bahwa semua pakaian itu adalah milikku.

Sudah hampir tiga jam aku larut memikirkan isi pesan Maulana, aku melihat jam dinding yang tepat berada di samping lemariku. Waktu menunjukuan pukul 09.30 Wib. Saking larutnya aku lupa bahwa siang ini aku harus pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan kue lebaran. Aku segera bergeras mengambil dompet yang ada dilemari dan langsung pergi ke pasar yang jaraknya hanya memerlukan waktu berjalan kaki sekitar lima menit.

Sambil berjalan kaki, di sepanjang jalan aku melihat berbagai realitas lain yang tidak aku lihat ketika di jendela kamarku tadi, aku melihat realitas yang lebih besar walaupun tentunya masih ada realitas-realitas lain yang masih tersembunyi di belahan bumi yang lain.

Sesampainya di pasar aku langsung pergi ke toko bahan-bahan kue dan membelinya, “Ini kembaliannya !”. Ucap pedagang beras itu sambil menyunggingkan senyum memberikan uang kembalian yang segera ku masukan ke saku celanaku. “Terima kasih” ucapku sambil mencoba membalas senyumnya.

Setelah aku berjalan beberapa langkah, ada seseorang yang menghampiriku, seorang lelaki muda yang berpakaian compang-camping. Rupanya ia adalah seorang pengemis, ia menyodorkan tangannya tanda meminta uang,

“Saya tidak punya uang untuk diberikan”. Ucapku yang sedikit dongkol.

Pengemis itu segera pergi meminta ke tempat lain, ia pergi ke arah seseorang anak kecil yang sedang berada di toko mainan dan melakukan hal yang sama terhadapku. Hanya saja ia melakukan perlakuan berbeda dari anak kecil itu, jika aku tidak memberikan apa yang ia pinta, anak kecil itu malah tanpa pikir panjang segera merogoh saku dan memberikan beberapa lembar uang. Tapi sedikitpun aku tidak menyesal memperlakukan pengemis itu dengan hal yang tadi kulakukan, karena ketika aku memberikan uang kepadanya itu hanya akan membuatnya menjadi tambah malas. Dan itu tidak akan merubah kehidupan apapun pada diri si pengemis itu.

Jika jujur-jujuran, sebenarnya Pasar adalah tempat umum yang paling malas aku kunjungi, karena pasar bagiku adalah lumpur. Lumpur dalam artian adalah sesuatu yang kotor, di mana sejauh ini yang kupahami, pasar adalah tempat yang sangat kotor. Segala keburukan ada di sana, mulai dari pedagang, pembeli, pengunjung hampir semuanya melakukan kelicikan. Selain itu juga, pasar adalah sarang kejahatan, baik itu kejahatan secara terang terangan maupun kejahatan yang tak nampak, pemalak, copet, dan sejenisnya adalah masuk pada kategori kejahatan yang tampak, ada lagi bentuk kejahatan yang tidak tampak, kateogri ini adalah semisal pengemis, gepeng, dan sejenisnya.

Khusus untuk kategori kedua ini, kenapa aku menyebut dan memasukannya pada kategori kejahatan, karena para pengemis itu adalah orang-orang yang malas, ketika diberi uang, itu bukan bentuk dari sebuah bantuan. tapi itu hanya akan membuatnya nyaman dalam keadaan tersebut, yang nantinya menimbulkan kebodohan dan menyebarkan virus-virus kemalasan. Karena ketika orang lain yang bekerja keras mendapatkan upah yang sedikit melihat pengemis yang hanya meminta-minta mendapatkan upah yang lebih besar dari yang bekerja, sedikit tidak itu akan memberikan pemikiran untuk menjadi pengemis saja. Dan itu bagiku adalah sebuah kejahatan.

Tapi apa yang dilakukan anak kecil itu mengingatkanku pada Maulana, jika Maulana ada di tempat kejadian tadi bersamaku pasti ia akan menegur apa yang aku lakukan. Maulana selalu mengajarkanku untuk hidup sesuai apa yang diajarkan oleh Rasulullah diantaranya tentang kasih dan sayang terhadap manusia. Bahkan mengenai keteguhan untuk mengikuti ajaran Rasulullah Muhammad ini, pada suatu waktu Maulana pernah menasehatiku dengan berbicara bahawa “Sebagai seorang muslim, aku harus hidup sesuai apa yang diajarkan agama Islam, sebagai umat Rasulullah Muhammad aku harus sesuai dengan apa yang beliau lakukan. Jika sebagai seorang muslim tetapi tidak menjalankan apa yang diajarkan Islam lewat Rasulullah, itu artinya aku hanya berpura-pura sebagai sebagai muslim”. Hanya saja sejauh ini khususnya mengenai kasih sayang terhadap pengemis itu, sulit untuk aku mengasihinya.

Mengingat sedikit nasihat Maulana tadi, aku kembali teringat akan pesan keedua yang tadi pagi ia kirimkan kepadaku, “Tapi berhentilah memakai pakaian yang bukan milikmu”. Jika dipikir-pikir, pola pesannya hampir sama. Keadaan memakai pakaian yang bukan miliku hampir sama dengan keadaan aku seorang muslim tapi tidak menjalankan ajaran Islam, atau  Keadaan memakai pakaian yang bukan miliku hampir sama juga dengan aku umat Rasulullah Muhammad tapi tidak menjalankan ajarannya.

Lebih jauh lagi, aku teringat akan logika umum yang dulu pernah aku pelajari “Jika A maka B, ini adalah pola logika yang benar”.Tapi “Jika A maka C, ini adalah pola logika yang kurang tepat”. Walaupun nantinya misalkan jika mau dipaksakan pola kurang tepat tadi “Jika A maka C” ingin menjadi benar, seperti “Jika A maka B” Maka itu hanya akan menimbulkan kepura-puraan C sebagai B.

“Maulana, aku mulai paham akan apa yang kau maksud dalam pesanmu itu”. Ada relasi antara pesan di kalimat pertama dan kedua. Pesan pertama menerangkan bahwa dunia ini adalah sandiwara atau kepura-puraan, dan pesan kedua menjelaskan agar aku tidak berpura-pura.

“Tapi tentang kepura-puraan ini, kapan aku berpura-pura di dalam hidupku?”. Aku mengkerutkan keningku dan menggaruk kepalaku walaupun tidak gatal, hanya saja sedikit pusing.

Aku mengingat-ingat kembali kegiatan ku dari pertama aku bangun tidur sampai sekarang, bahkan lebih jauh lagi aku mencoba memutar kembali ingatanku di waktu-waktu kemarin.

Jika di pikir-pikir ini memang seperti permainan menyusun puzzle “Maulana, aku sudah menemukan beberapa buah puzzle. Dan akan aku cari puzzle-puzzle lainnya”. Ucapku dalam hati.

Setelah aku mencoba menyelam lebih dalam dalam pikiranku untuk mencari borok kepura-puraan dalam diriku, aku sedikit terdiam mengingat kejadian tadi pagi, ketika aku berpura-pura tersenyum kepada tukang pos, “Ya itu adalah kepura-puraan, seharusnya aku ikhlas menyunggingkan senyumku karena Rasulullah juga mengajarkan untuk bersikap ramah kepada setiap tamu yang datang”. Aku mencoba mencari kepura-puraan yang lain, aku kembali teringat kejadian tadi di pasar atas perlakuankku terhadap pengemis, tidak sepatutnya aku bersikap seperti tadi, padahal Tuhan dan Rasulullah Muhammad mengajarkan sikap kasih dan sayang terhadap semua makhluk di muka bumi ini.

Aku segera mempercepat langkahku menuju rumah, dan sesampainya di halaman rumah aku segera terduduk di bangku yang ada di halaman rumahku, tapi entah kenapa tiba-tiba air mata menetes dari kelopak mataku “Maulana ! ternyata apa yang kau katakan benar bahwa aku sering menggunakan pakaian orang lain, hidupku penuh dengan kepura-puraan”. Air mataku semakin deras mengalir.

“Aku teringat kembali akan apa yang sering aku lakukan adalah memang kepura-puraan dari mulai ibadah, sehalatku ternyata selama ini aku hanya berpura-pura shalat karena masih ada keinginan dari shalatku ini agar dianggap shaleh, shlatku selama ini tidak aku tujukan kepada Tuhan, puasaku, hari ini aku berpuasa ternyata tidak benar-benar berpuasa, aku hanya pura-pura berpuasa. Puasa seharusnya tidak hanya menahan lapar dan haus tapi lebih dari itu menahan semua hal yang bisa membatalkan terhadap puasa, tapi aku? aku bahkan dalam puasaku masih mencaci, mengumpat, dongkol terhadap orang lain. Maulana! ternyata kau benar hidupku ini penuh dengan kepura-puraan, lebih jauh lagi aku yang mengaku umat Rasulullah ternyata hanya berpura-pura menjadi umatnya, aku yang muslim ternyata hanya berpura-pura beragama Islam, aku yang mengaku menyembah Tuhan Allah ternyata hanya berpura-pura bertuhan karena nyatanya aku sama dengan orang-orang yang tidak memiliki tuhan. Selama ini aku yang mengaku umat Rasulullah beragama Islam yang menyembah Allah hanya berpura-pura demikian karena selama ini pula aku tidak melakukan apa yang di perintahkan Tuhan dalam agama Islam melalui Rasullnya Muhammad, Maulana! kau benar bahwa selama ini aku memang sering menggunakan pakaian orang lain”.

Aku terdiam sejenak menyadari akan kesalahan kepura-puraan dalam hidup ini, aku menyeka air mata yang sedari tadi keluar dari kelopak mataku.

“Tok ! tok ! tok !”. di tengah ratapanku, pintu rumahku kembali ada yang mengetuk pertanda ada seseorang yang datang. Aku segera membuka pintu dan ternyata seorang tukang pos yang tadi pagi mengirimkan surat kepadaku. “Maaf, tadi pagi ternyata ada dua amplop yang harusnya aku berikan”. Pengantar surat itu kembali tersenyum kepadaku, sambil menjelaskan bahwa ternyata Maulana mengirimkan dua amplop kepadaku yang satunya lupa tidak ia berikan kepadaku “Ini amplop satunya lagi !”. tukang pos itu segera menyerahkan ampop yang ketinggalan tadi kepadaku, kemudian ia segera pergi, tapi sebelum pergi ia kembali tersenyum kepadaku dan berbisik kepadaku “Berhentilah berpura-pura menangis”. Mendengar bisikan itu aku hanya terdiam sambil melihat tukang pos tadi beranjak pergi.

“Tukang pos itu juga benar, bahkan mungkin tangis ku ini hanya sebuah kepura-puraan, ternyata aku tidak benar-benar menangis”. Setelah tukang pos itu pergi aku segera membuka ampol yang berisikan surat dari Maulana dan membacanya.

 

Teruntuk Mustofa,

 

"Masuliah! Saat mati meninggalkan dunia yang fana ini, engkau tertawa bahagia, sementara orang-orang yang mengenalmu menangis sedih. Saat dilahirkan, engkau menangis kencang, sementara orang-orang menyambutmu dengan tawa gembira. Datang menangis disambut gembira; Pergi dengan gembira, dilepas dengan tangis. Indahnya."

           

            

                                                            Mayangda, 17 Ramadhan 1440 H

                                                            Tertanda,

 

                                                            Maulana

49 Comments

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Nama: Sopiah (1218030196)
    Kelas: SOS/I/E
    Tanggapan:
    Setelah saya baca, dapat dipahami bahwa kita harus berfikir dengan akal dan ini ada kaitannya dengan Filsafat yang merupakan pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas hukum dan sebagainya daripada segala yang ada dalam alam semesta ataupun mengetahui kebenaran dan arti "adanya" sesuatu.

    ReplyDelete
  3. Nama : Sugiri Setiawan
    Kelas : SOS/I/E
    Tanggapan :
    Kita harus lebih sadar, dimana kita sering kali berpikir atau melakukan sesuatu secara tidak sadar.

    ReplyDelete
  4. Nama : Wildan Miftahussurur
    Kelas : Sos/I/E
    Tanggapan : kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk menjawab serta memahami maksud dari sesuatu yg berkaitan dengan filsafat, jangan pantang menyerah akan hal tersebut. Jika manusia sudah kebingungan untuk menjawab tentang hal seperti itu, maka manusia tersebut sudah masuk ke dalam ilmu filsafat.

    ReplyDelete
  5. Nama : Tarisa Laelatul Wahidah
    Kelas : Sos/I/E
    Tanggapan : Menurut saya cerita ini ada kaitannya dengan filsafat. Dimana banyak sekali teka teki yang harus di jawab dan puzzle yang satu persatu harus disusun. Cerita ini mengajarkan kita untuk berpikir dengan akal dengan semua pertanyaan-pertanyaan untuk menjawabnya. Akal manusia memberi keyakinan tentang hal-hal yang berada di luar jangkauan. Jika akal bekerja dibarengi dengan agama maka akan sangat menyakinkan. Dimana agama menjadi panutan dan akal mencari dan menjalankan panutan-panutan tersebut. Sehingga akan menjadi sistematis.

    ReplyDelete
  6. Nama : Trisnawati
    Kelas : SOS/I/E
    Tanggapan : setelah saya membacanya, maka saya dapat memahami bahwa apapun yang terjadi dengan kita akan sangat berkaitan dengan ilmu filsafat yang dimana dapat menunjukkan kebenarannya. Seperti cerita diatas, Mustofa dengan akal pikirannya berusaha mencari jawaban untuk memecahkan masalah tersebut dimana pemecahan masalah tidak akan terjadi jika pemikiran tidak sistematis dan teratur. Oleh karena itu, diperlukan adanya kemampian berfikir logis.

    ReplyDelete

  7. Nama : Siti Fatimah Goro
    Kelas : SOS/I/E
    Tanggapan : dikutip dari adminpublik.uma.ac.id salah satu manfaat filsafat ilmu adalah Filsafat ilmu memberikan kebiasaan dan kebijaksanaan untuk memandang dan memecahkan persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang hidup secara dangkal saja, tidak mudah melihat persoalan-persoalan, apalagi melihat pemecahannya. Jadi relasi antara karangan diatas dengan mata kuliah ilmu filsafat adalah tokoh mustofa telah menerapkan manfaat dari filsafat ilmu.

    ReplyDelete
  8. Nama : Najwa Nuraeni
    Kelas : Sos/I/D
    Setelah membaca ini saya berfikir bahwa ternyata sebuah teka teki itu menyenangkan jika kita telah menemukan jawaban dan paham arti dari sebuah teka teki tersebut,dengan berfikir secara logika dan hati nurani ikut serta, jalan keluar pun akan terbuka.

    ReplyDelete
  9. Nama: sabila nurfitri
    Kelas:sos/ 1/D
    Setelah Saya membaca cerita tadi hal yang Saya bisa tanggap dan berhubungan dengan filsafat bahwasanya segala hal pasti membutuhkan berpikir dan harus ada penafsiran agar dapat dipahami oleh akal karena di dunia ini masih banyak sekali hal2 yang samar yang perlu diselesaikan.

    ReplyDelete
  10. Nama : Puput Mulyani
    Kelas : Sos/1/D
    Tanggapan : setelah saya membaca cerpen diatas, saya berpikir bahwa setiap manusia selalu lupa akan apa yang mereka buat, entah itu baik atau tidak. Oleh karena itu, kita harus berfikir terlebih dahulu dalam melakukan hal apapun. Karena, itu dapat merugikan kita sendiri bahkan orang lain.

    ReplyDelete
  11. Alma Zuhrotul Afipah
    1210040018
    Sosiologi/1/A
    Ceritanya sangat menarik dan mengajarkan kita untuk selalu berfikir sebelum melakukan sesuatu. Apakah akan ada dampak baik atau buruk setelahnya. Agar kita berprilaku sesuai porsinya. Terimakasih

    ReplyDelete
  12. Nama : Rifani Oktavia Suryaman
    Kelas : Sos/1/D
    Tanggapan saya setelah membaca cerita diatas menjelaskan bahwa ada kaitannya dengan filsafat, yaitu kita perlu mengetahui maksud dan makna dari hal tersebut. Dengan cara berfikir, kita akan mendapatkan jawaban untuk memecahkan suatu masalah.

    ReplyDelete
  13. Nama : syaidatun ainun nisa
    Nim : 1218030204
    Kelas : Sosio/1/E
    Tanggapan saya setelah membaca cerita itu memberikan kita motivasi untuk bisa berfikir kritis dan berfilsafat, karena filsafat itu sangat penting dan juga sangat berkaitan dengan kehidupan kita. Dengan berfilsafat kita juga bisa memecahkan masalah atau teks - teki yang sebelumnya menurut kita sulit untuk di selesaikan.

    ReplyDelete
  14. Nama: Ria Sri Mulyani
    NIM: 1218030167
    Jrs/Kls: Sosio/1D

    Menurut saya, relasi dari blog tersebut adalah dimana diblog tersebut ada 2 kalimat yaitu :
    1. Menerangkan bahwa dunia ini adalah sandiwara atau kepura-puraan.
    2. Berhentilah, memakai pakaian yang bukan milikmu, yang dimana maksud dari pesan tersebut adalah yang dimana kita itu harus melaksanakan ajaran-ajaran yang telah diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. Dan janganlah kita mengabaikan ajaran atau perintah-perintah, tersebut.
    Dikaitkan dengan Filsafat Ilmu adalah berhubungan dengan ajaran agama yang harus kita laksanakan.

    Terima Kasih

    ReplyDelete
  15. Nama: Raden Muhammad Vickry Yanwar
    Kelas: SOS/I/D
    Tanggapan: Setelah saya membacanya, cerita tersebut memiliki hubungan dengan filsafat bahwa segala hal pasti membutuhkan pemikiran atau berpikir dan harus ada penafsiran agar dapat dipahami oleh akal karena kita hidup di dunia ini pasti banyak sekali hal-hal yang samar yang perlu diselesaikan. Di dalam cerita memiliki keterkaitan yang terletak pada tiga potensi utama yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia, yaitu akal, budi dan rasa serta keyakinan. Di cerita itu sangat keterkaitan kepada akal kepada pemerannya samapai-sampai dia harus berpikir dengan extra untuk mencari apa arti dari pesan yang diberikan oleh Maulana, saya juga yang baca dari awal sampai akhir lumayan pusing membaca cerita itu yang sangat menakjubkan dan banyak manfaat yang saya bisa ambil dari cerita tersebut.Cerita itu sangat banyak sekali ngasih pelajaran kepada kehidupan saya. Cerita tersebut memang bikin kita yang membacanya juga harus berpikir dan intinya cerita tersebut banyak memberikan pelajaran hidup kepada yang membacanya.

    ReplyDelete
  16. Nama : Mela Safitri
    Kelas : sosiologi/1/C
    NIM : 1218030108
    Tanggapan :


    Dari kisah diatas saya mendapatkan pelajaran. Jika sejatinya tak akan rugi melakukan kebaikan sekecil apapun, karna kebaikan yang kecil datang dari kelapangan hati yang besar. Kebaikan juga dipengaruhi dengan niat, jika sudah niat untuk memberi maka tak lagi jadi urusan kita mau diapakan suatu hal yang kitq beri, selagi kita harus berbaik sangaka.

    ReplyDelete
  17. Nama : Khotma Husnul Khotimah
    Kelas : Sosiologi - C
    NIM : 1218030101
    Pelajaran yang bisa saya ambil ialah.
    Gunakan waktu sebaik dan sebijak mungkin dengan beribadah dan lakukanlah hal-hal baik sekecil apapun. Jadilah manusia yang berguna dan bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Dekatlah dengan orang-orang yang bisa memberi mu nasihat.

    ReplyDelete
  18. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  19. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  20. Nama : Rico Karisma Rifqi
    NIM : 1218030169
    Kelas : Sosiologi/1/D
    Tanggapan :

    Sebuah cerita yang memotivasi untuk kita berfikir kritis dan mempelajari filsafat lebih dalam, karena dengan menggunakan ilmu filsafat kita bisa lebih memahami hal-hal yang terjadi disekitar kita dengan lebih mudah. Selain itu kisah ini juga mengingatkan kita untuk terus berbuat baik dan mengamalkan ajaran-ajaran baik dari agama yang kita percayai, dengan begitu kita bisa semakin menjadi umat yang shaleh serta menjadi individu yang lebih baik juga.

    ReplyDelete
  21. Nama: Risna Rianti
    NIM: 1218030175
    Kelas: Sosiologi/1/D
    Tanggapan:
    cerpen ini memberikan pelajaran bahwa dalam menjalani hidup kita harus bersikap apa adanya tanpa kepura puraan agar diri kita tidak terbebani dengan jalan hidup yang kita ambil. selain itu, cerpen ini juga memberi pelajar agar kita sebagi manusia seharusnya berfikir menggunakan akal yang logis. hal ini tentunya berkaitan dengan filsafat katena berfikir dengan logis merupakan salah satu cabang ilmu filsafat.

    ReplyDelete
  22. Nama: Ratu Salma Azzahra
    NIM: 1218030159
    Kelas: SOS/I/D
    Tanggapan: cerita diatas memiliki relasi dengan filsafat ilmu, yang dimana Mustofa harus memecahkan maksud dari surat yang Maulana kirim dengan cara mengimplikasi isi suratnya dengan metode serta model ilmiah secara realistis yang terjadi pada dirinya dan lingkungan sekitarnya yaitu pejalan kaki, para karyawan, pedagang-pedagang yang berjejer di sepanjang trotoar, orang kaya, orang miskin, pengemis, orang yang memakai jas, orang yang memakai peci dan sorban, dan masih banyak lagi. Sama seperti filsafat ilmu, filsafat ilmu berusaha menjelaskan masalah-masalah seperti, apa dan bagaimana suatu konsep tersebut dilahirkan, serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.

    ReplyDelete
  23. Nama : Nana Ginanjar
    NIM : 1218030140
    Kelas : Sosiologi/I/D

    Tanggapan :
    Cerpen di atas memiliki relasi dengan filsafat ilmu, dimana penulis mengajak kita berpikir tetang realitas sebuah kehidupan. Bahwa hidup ini panggung sandiwara. Dan cerpen ini mengingatkan kita bahwa, bisa jadi selama ini kebaikan yang kita lakukan hanya sebatas sandiwara buka karena ke ikhlasan hati.

    ReplyDelete
  24. Nama: Putri Kurnia Anggraeni
    NIM: 1218030153
    Kelas: SOS/I/D
    Tanggapan:
    Setalah apa yang saya baca dari blog tersebut adalah disalah satu teksnya berisi “Hidup ini adalah panggung sandiwara" seperti yang dikatakan tokoh aku dimana kita hanya berpura-pura ibadah, sehalatku ternyata selama ini aku hanya berpura-pura shalat karena masih ada keinginan dari shalatku ini agar dianggap shaleh, shlatku selama ini tidak aku tujukan kepada Tuhan, puasaku, hari ini aku berpuasa ternyata tidak benar-benar berpuasa, aku hanya pura-pura berpuasa.
    Dan keterikatan blog diatas dengan filsafat ilmu adalah dimana pada tokoh Aku harus memikirkan dan menemukan teka teki dari tokoh Mustafa, Dimana ini mengingatkan kita untuk terus menelaah hal yang masih belum ditemukan/samar untuk mendapatkan jawaban dari hal tersebut.

    ReplyDelete
  25. Nama : Siti Saadah
    NIM : 1218030195
    Kelas : Sosiologi / I / E


    Dari kutipan tersebut manfaat mempelajari filsafat yaitu kita harus berpikir secara kritis dan harus dicerna dengan akal yang logis agar tidak keliru untuk menanggapi suatu hal.

    ReplyDelete
  26. Nama : Nurul Adista Rahmalia
    NIM : 1218030147
    Kelas : SOS/I/D
    Tanggapan:
    Setelah membaca tulisan tersebut saya dapat menyimpulkan bahwa terdapat relasi atau hubungan antara tulisan tersebut dengan mata kuliah filsafat ilmu. Dimana definisi filsafat adalah ilmu tentang pencarian makna, dan di dalam tulisan tersebut diceritakan seorang pemuda yang mendapat surat berisi suatu kalimat bermakna yang tidak ia mengerti. Kemudian pemuda itu mencari makna atau maksud dari kalimat tersebut agar mendapat sebuah jawaban. Hal itu tentu saja berhubungan atau memiliki relasi dengan mata kuliah filsafat ilmu. Kemudian disaat pemuda itu memikirkan sebuah logika dalam pencarian makna kalimat serta pada hasil pembuktian makna kalimat, pemuda tersebut mengetahui kebenaran yang ada pada dirinya mengenai etika sosial terhadap sesamanya dan hubungan ibadahnya dengan Tuhan nya. Hal itu pun tentunya memiliki relasi dengan mata kuliah filsafat ilmu.

    ReplyDelete
  27. Nama : Yusriyah Rahmah Harahap
    NIM : 1218030227
    Kelas : Sosiologi/1/E
    Tanggapan : Cerita itu terdapat relasi atau hubungan antara bacaan tersebut dengan mata kuliah filsafat ini, dalam cerita itu sangat banyak sekali ngasih pelajaran kepada kehidupan saya. Cerita tersebut memang bikin kita yang membacanya juga harus berpikir dan intinya cerita tersebut banyak memberikan pelajaran hidup kepada yang membacanya.

    ReplyDelete
  28. Nama : Sri Rahayu (1218030198)
    Kelas : SOS/I/E
    Tanggapan :
    Setelah saya membaca cerita tersebut, saya dapat memahami bahwa dalam cerita ini sangatlah berkaitan dengan filsafat. Dalam cerita tersebut mengajarkan kita bagaimana untuk menyikapi sebuah masalah dengan pemikiran yang luas. Karena segala sesuatu harus dipikirkan dan ditelaah secara mengdetail agar ketidakjelasan/ketidakpastian suatu hal dapat kita selesaikan. Adapun kata-kata dari Ibu Siti yang sangat membekas dalam ingatan saya yaitu “jika kalian belum pusing, maka kalian belum berfilsafat.”

    ReplyDelete
  29. Nama : Rahma Andita Sari
    Nim : 1218030156
    Kelas : SOS/1/D
    Tanggapan :
    Setelah saya membaca cerpen tersebut, bahwa kita harus berfikir dalam menanggapi pesan dari orang lain maka dari itu di dalam pesan tersebut tertulis “ Hidup ini adalah panggung sandiwara ’’ yang bermakna agar hidup itu jangan terlalu banyak untuk berpura-pura, sebab itu akan merugikan diri sendiri.

    ReplyDelete
  30. Nama : Suni Sulton Abdullah
    Nim : 1218030202
    Kelas : SOS/I/E
    Tanggapan : dari cerita tersebut banyak pelajaran berharga yang berhubungan dengan filsafat, dan kita harus selalu mengoreksi diri kita agar menjadi pribadi yang lebih baik

    ReplyDelete
  31. Nama: Nurmela Almawaty
    Kelas: SOS/I/D
    Tanggapan: Nama: Nurmela Almawaty
    Kelas: SOS/I/D
    Tanggapan: Setelah membaca cerita pendek di atas dapat disimpulkan bahwa cerita pendek tersebut memiliki hubungannya dengan filsafat ilmu.

    Manusia mempunyai kemampuan berupa akal untuk berpikir. Dari rasa ingin tahu tersebut manusia mempertanyakan segala hal dan berusaha untuk mencari jawaban dari permasalahan dengan berpikir secara terus-menerus untuk memenuhi kebutuhan rasa ingin tahunya. Hal ini sama seperti kasus Mustofa yang berusaha mencari jawaban atas kebingungannya.

    Selain berpikir dengan akalnya, Allah pun menganugrahkan yang lain seperti hati yang membuat manusia merasakan dan menghayati. Dalam cerita pendek tersebut, Mustofa menangis karena ia telah memenuhi kebutuhan dan rasa ingin tahunya. Lalu, terdapat dalam surat yang Maulana kirim perihal berbahagia dan menangis.

    Berpikir merupakan ciri khas manusia. Kemampuan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk lain. Selain berpikir, manusia pun masih mempunyai bakat yang lainnya yaitu perasaan.

    Lahirnya filsafat dan ilmu pengetahuan pun berasal dari aktivitas berpikir. Namun tidak semua aktivitas dapat disebut dengan beripikir. Berpikir dalam berfilsafat memiliki ciri-ciri tertentu, yakni berpikir yang radikal, sistematis, dan universal. Berpikir mempunyai tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang menyangkut kebenaran. Sehingga dengan berpikir dalam berfilsafat dapat sampai pada kebenaran.

    ReplyDelete
  32. Nama: Salsabilla Puja Umpaka

    Kelas: SOS/I/E

    Tanggapan:
    Seperti yg dikatakan tadi pada cerita diatas bahwa dunia ini hanyalah sandiwara atau kepura-puraan saja, dan seharusnya kita melakukan hidup tidak dengan kepura-puraan, seperti tadi kata mustofa bahwa dia tersenyum pada tukang pos hanya lah pura-pura, dan seharusnya kita bisa memberikan itu secara ikhlas, maka jalani lah hidup dengan ikhlas dan dnegan tujuan yang jelas.

    ReplyDelete
  33. Nama: Nurfadilah
    Kelas: SOS/1/D
    NIM: 1218030145
    Tanggapan:
    setelah saya membaca artikel di atas ialah memiliki hubungan mengenai dasar-dasar pengetahuan, yang pertama PENALARAN manusia, penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. manusia pada hakikatnya nya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap dan bertindak.
    Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara penarikan kesimpulan yang disebut LOGIKA di mana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara shohih.
    Sumber pengetahuan didapat oleh Rasio, merupakan pengetahuan yang bersumber dari penalaran manusia. Pada sumber pengetahuan ini diketahui bahwa pengetahuan adalah hasil pemikiran manusia.
    Empiris, merupakan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman yang dialami manusia. Sumber pengetahuan ini dirumuskan berdasarkan kegiatan manusia yang suka memperhatikan gejala-gejala yang terjadi disekitarnya.

    ReplyDelete
  34. Nama : Siti Nurhayana
    Kelas : SOS/I/E
    Nim : 1218030194
    Tanggapan
    Lahirnya filsafat dan ilmu pengetahuan berasal dari aktivitas berpikir. Namun tidak semua aktivitas dapat disebut dengan beripikir. Berpikir dalam berfilsafat itu memiliki ciri-ciri tertentu, yakni berpikir yang radikal, sistematis, dan universal. Berpikir mempunyai tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang menyangkut kebenaran. Sehingga dengan berpikir dalam berfilsafat dapat sampai pada kebenaran.

    ReplyDelete
  35. Nama: Zahra Tsabitul Azmi
    NIM: 1218030229
    Kelas: Sosiologi E
    Tanggapan:
    Tanggapan saya setelah membaca artikel atau cerita pendek diatas adalah bagaimana seorang manusia memiliki sebuah pikiran yang dibubuhkan kedalam penalaran hingga akhirnya menarik kesimpulan. Namun, dari hal yang dapat diambil dari cerita diatas adalah bahwa kita sebagai manusia jangan lah berpura pura terhadap kenyataan, apa yang kita rasakan, siapa diri kita, bagaimana kita sebenarnya dalam menghadapi semua orang yang ada di sekitar kita. Jangan mencari sebuah pujian, karna sebuah pujian bukan hanya membuat kita terlihat sempurna, tetapi juga dapat membuat kita jatuh dalam keangkuhan.

    ReplyDelete
  36. Nama : Tyaranie Intan Putri
    NIM :1218030216
    Kelas : SOS/I/E
    Tanggapan : Kita harus memiliki pikiran yang kritis dan mendalam mengenai sesuatu hal agar kita tidak salah dalam menafsirkan sesuatu

    ReplyDelete
  37. Assalamualaikum
    Nama: Tsakib Makbul Da'i
    NIM: 1218030215
    Kita bisa mendapatkan hikmah dari cerita di atas tadi jangan kita sampai terpacu pada dunia yang fana ini dan kita juga hrus mecegah kebodohan di dunia ini yah karena setiap manusia pasti mempunyai masalah masing-masing dan di balik masalah itupun tuhan tidak akan membebani seseeorang melainkan dengan kesanggupan nya
    Jalani,nikmati,syukuri
    Terima kasih

    ReplyDelete
  38. Nama: Sri Andini
    NIM: 1218030197
    Kelas: SOS/I/E
    Tanggapan:
    Sebuah premis dapat berhubungan dengan premis lain. Mencari sebuah jawaban dari petunjuk yang diberikan yang berupa teka-teki menyadarkan dan mengajak kita juga sebagai pembaca untuk mencari pemecahannya dan maksud dari premis yang diberikan. Kebenaran harus dicari dan filsafat mencoba mencarikannya.

    ReplyDelete
  39. Nama:Tsakib Makbul Da'i
    NIM:1218030215
    Kelas: Sos/I/E
    Maaf kelas nyaa ketingglan 🙏

    ReplyDelete
  40. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  41. Nama: Julia Agustini
    Kelas: SOS/I/C
    NIM: 1218030096

    Tanggapan:
    Dari cerita terebut kita bisa belajar untuk menjadi diri sendiri, luruskan niat terhadap yang kita lakukan dan perbanyaklah berbuat baik seperti yang di contohkan Rasulullah SAW.

    ReplyDelete
  42. Nama: Keisha Alya Khairany
    Kelas: SOS/I/C
    NIM: 1218030099
    Tanggapan:
    menurut saya, bacaan artikel diatas berhubungan dengan filsafat ilmu yaitu bersifat radikal(berfikir mendalam sampai batas akar persoalannya). Karena, isi surat yang dikirim Maulana membuat Mustofa pusing, tapi disisi lain membuat ia berpikir mendalam akan makna dari isi surat tersebut. Kemudian, mustofa berfilsafat dengan kritis dimana ia bertanya tanya sendiri, maksud dari perkataan dalam isi surat tersebut. Sampai ia menyadari bahwa terdapat relasi antara pesan di kalimat pertama dan kedua. Pesan pertama menjelaskan bahwa dunia ini adalah sandiwara atau kepura-puraan, dan pesan kedua menjelaskan agar mustofa tidak berpura-pura. Mustofa menyadari bahwa selama ini, ia hidup berpura pura, contoh hal kecilnya yaitu ketika ia berpura-pura tersenyum kepada tukang pos, padahal seharusnya ia ikhlas menyunggingkan senyumnya karena Rasulullah juga mengajarkan untuk bersikap ramah kepada setiap tamu yang datang.

    ReplyDelete
  43. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  44. Nama: Talita Rahmawati
    NIM: 1218030207
    Kelas: SOS/I/E
    Tanggapan:
    Menurut saya relasi filsafat dengan tulisan ini tulisan ini, ialah berkaitan dengan teori korespondensi atau teori kebeneran, karena mencari kebenaran dari pernyataan “dunia adalah panggung sandiwara, tapi berhentilah memakai pakaian yang bukan milikmu”

    ReplyDelete
  45. Nama: Shifa Aulia
    NIM : 1218030191
    Kelas : SOS/1/E

    Cerpen tersebut dapat dikaitkan dengan kegiatan perstatiskaaan. Yaitu, sebagai sarana berpikir ilmiah yang di dalamnya terdapat suatu proses, dan bukan terjadi secara tiba-tiba. Statiska sebagai sarana berpikir ilmiah, memberikan suatu kepastian terhadap sesuatu hal yang ditelitinya, tapi bisa dikatakan berpeluang mungkin benar ataupun mungkin salah. Cerpen ini menjelaskan, ketika seseorang diberikan sebuah clue, dimana ia harus memaknai clue tersebut. Seperti halnya sebuah teka-teki yang harus dipecahkan, dan apa makna tersebut yang terkandung jika dikaitkan dengan kegiatan pestatiskaan. Yaitu kegiatan observasi terhadap keadaan sekitar lingkungannya, lalu muncullah hipotesis yaitu dugaan sementara dari kata-kata "dunia ini adalah panggung sandiwara, dan berhentilah memakai pakaian orang lain". Kemudian, ia memverifikasi hal tersebut, lalu menelaah sedikit demi sedikit dari makna yang terkandung, dan kemana arahnya akan tertuju. Setelah ia berpikir keras dengan melihat sebuah realita yang terjadi di lingkungan sekitar, dan hal-hal yang terjadi pada dirinya ia menemukan sebuah teori, atau makna yaitu "pura-pura" yang bermakna, ia melakukan ibadah sholat, puasa dan tersenyum kepada orang. Hal tersebut bisa dikatakan sebuah pencitraan. Ia melakukan nya, tetapi seakan-akan tak melakukan hal tersebut.

    ReplyDelete
  46. Nama : Muhammad Ilham Ramdhan
    NIM : 1218030122
    Kelas : SOS/1/C
    TANGGAPAN :
    Cerita tersebut berkaitan dengan filsafat ilmu. Yaitu dalam proses berpikir penelitian ilmu pengetahuan bisa menggunakan penalaran. Selain itu mengetahui realitas kehidupan di dunia pun bisa digunakan untuk meneliti atau mencari sebuah ilmu pengetahuan

    ReplyDelete
  47. Nama: Muhammad Faiz Akhmaludin
    NIM : 1218030121
    Kelas: SOS/1/C
    Tanggapan: Ceritanya sangat menarik, karena di cerita itu terdapat banyak pelajaran yang bisa kita ambil. contohnya seperti kita harus bisa berfikir sebelum melakukan sesuatu

    ReplyDelete
  48. Nama : Khairunnisa Oktapela Salsabila
    Nim : 1218030100
    Kelas : SOS/1/C
    Tanggapan : Menurut saya setelah membaca artikel di atas bahwa jelas terdapat relasi/ hubungannya dengan filsafat ilmu, kenapa? Karna di dalam artikel tersebut menceritakan seseoarang yang mendapat masalah dengan teka teki dan ia harus menyelesaiknnya dengan logika dan berpikir kritis, sedangkan filsafat ilmu adalah ilmu tentang pencarian makna, seseorang yang ada di dalam cerita tersebut mencari makna dalam teka teki itu dengan logika.

    ReplyDelete
Previous Post Next Post