Puisi Kemerdekaan Wawan Sutaji



Puisi Kemerdekaan

Dengan jantung yang tak pernah lelah berdebar menyebutmu, Aku mencintai negeri ini Indonesia—tanah yang terapung diatas darah para pejuang,
dari jerit orangtua yang telah rela anaknya pulang tinggal nama, juga doa panjang yang di angkat dentum senjata ke langit.


Wahai para pahlawan, kisahmu penuh haru menyentuh jiwaku. Keringat dan darahmu adalah hujan dan matahari,
yang tumbuhkan tunas MERDEKA di negeri ini. sungguh luhur pengorbanan,
sungguh agung semangatmu,
hingga betapa hinanya aku yang tak mampu menjaga amanatmu.


Ada luka yang selalu terbuka, di tengah gagahnya merah putih yang berkibar

Anak negeri yang menduduki kekuasaan, lebih ngeri dari koloni, Tanpa welas asih, tanpa mengayomi, mereka menutup mata pada derita saudara sendiri.


Kalut di dadaku terlalu kuat menggendong kesedihan. Bagaimana mungkin sebagian dari kami hidup enak sebagai pencuri berdasi? Bagaimana mungkin mereka leluasa mengeyangkan perutnya sambil menatap anak-anak yang tak dapat tidur dengan rasa lapar tersebar di seluruh sudut negeri ini,
ada petani yang kehilangan tanahnya, ada buruh yang memeras keringatnya demi mengejar harga bahan pokok yang hampir menyentuh langit?


Inikah wajah kemerdekaan yang ingin kau gapai wahai para pahlawan? Apakah darahmu hanya sekadar jadi tinta untuk menulis sejarah di buku-buku? sementara kini kami terjajah oleh gaya baru yang lebih ngeri dari bayonet dan mesiu yang lebih sulit karena melawan kemunafikan, keserakahan dan korupsi bangsa sendiri.


Tapi sedikitpun aku tidak membencimu hai bangsaku, resah ini, gelisah ini adalah cinta untukmu yang teramat besar.  Aku ingin melihatmu tegak, bukan karena meriam telah bisu, tapi karena tak ada lagi kelaparan di perut rakyat, dan air mata berganti senyum yang merekah,
karena kemerdekaan bukan sekadar upacara, melainkan kehidupan yang sejahtera.


Merdeka bukan hanya milik mereka yang berteriak di podium, tapi milik petani yang mengayun cangkul, milik nelayan yang menari di atas ombak, milik anak sekolah yang berlari di jalan berbatu,
milik setiap rakyat yang masih percaya bahwa negeri ini bisa sembuh.


Atas cinta yang luas, dan luka yang kalut. Hari ini aku berdiri dan ingin meneriakkan merdeka, dengan tangis atas tanya para pahlawan di alam baka “Untuk apa kami mati, jika rakyat masih belum bebas dari lapar dan nestapa?”


Namun janjiku tak pernah padam, selama napas ini ada, cintaku pada negeri ini takkan berhenti. Karena Indonesia tetaplah rumah, yang tidak akan mungkin kubiarkan runtuh meski digerogoti para penguasa yang bobrok.


Merdeka entaskan kemiskinan

Merdeka entaskan kebodohan

Merdeka jangan hanya jadi slogan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama