Beranda Literasi- William James, filsuf besar dari Amerika Serikat, sering dipandang sebagai tokoh yang berhasil membawa pragmatisme keluar dari ruang diskusi abstrak dan menempatkannya di tengah kehidupan nyata. Salah satu gagasan utamanya adalah bahwa kebenaran tidak bisa dilepaskan dari konsekuensi praktis, sesuatu baru bisa disebut benar bila ia berhasil, bila ia menolong kita menjalani kehidupan dengan lebih baik. Pandangan ini berbeda jauh dari tradisi filsafat klasik yang sering mencari kebenaran di ranah ide murni atau realitas abadi.
Dalam kerangka James, kebenaran adalah sesuatu yang hidup, berubah, dan terus-menerus diuji dalam pengalaman. Ia bukan sebuah patung marmer yang tetap, melainkan seperti kompas yang menunjukkan arah. Kebenarannya tampak bila kita sungguh sampai ke tujuan.
Ketika gagasan ini dibawa ke dunia komunikasi, maka muncul pertanyaan penting, bagaimana sebuah komunikasi bisa dianggap benar? Jawaban James sederhana sekaligus radikal, komunikasi benar bila ia berhasil, bila ia membawa orang dari kebingungan menuju kejelasan, dari ketidakpastian menuju tindakan. Dari sinilah kita bisa memahami bahwa efisiensi komunikasi, dalam pandangan James, bukan soal ringkas atau cepat semata, melainkan soal keberhasilan praktis dalam kehidupan nyata.
Kebenaran yang Terbukti dalam Keberhasilan Praktis
Bagi James, ide dan kata-kata hanyalah alat bantu. Mereka tidak memiliki nilai tetap bila tidak diuji dalam pengalaman. Sebuah ide yang tampak logis tetapi gagal menolong kita keluar dari kesulitan tidak bisa disebut benar. Sebaliknya, ide yang sederhana tetapi efektif, itulah yang benar.
Sekarang bayangkan dua orang sedang berbicara tentang cara menyalakan api di hutan. Yang satu menjelaskan panjang lebar tentang teori gesekan, oksidasi, dan sifat kayu kering. Secara ilmiah, penjelasan itu benar. Tetapi bila di akhir percakapan tidak ada api yang menyala, maka penjelasan itu tidak terbukti secara pragmatis. Sementara itu, orang lain hanya berkata, Ambil ranting kering, gosok cepat dengan batu ini, lalu tiup perlahan. Tidak ilmiah lengkap, tetapi jika api benar-benar muncul, maka inilah kebenaran dalam arti James, benar karena berhasil.
Contoh sederhana ini menunjukkan bagaimana komunikasi diuji oleh hasilnya. Efisiensi komunikasi tidak diukur dari kelengkapan teori, tetapi dari seberapa jauh ia membantu orang mengatasi situasi nyata. Dalam pandangan James, komunikasi semacam ini adalah komunikasi yang hidup, karena ia menyeberang dari kata-kata ke pengalaman langsung.
Kebenaran praktis yang dibicarakan James juga bersifat cair. Ia bisa berubah sesuai dengan kebutuhan. Sebuah nasihat mungkin benar bagi seorang anak kecil yang belajar berjalan, tetapi tidak relevan lagi ketika ia sudah dewasa. Begitu pula dalam komunikasi, pesan yang efektif dalam satu situasi bisa menjadi tidak efisien di situasi lain. Maka, efisiensi komunikasi menurut James tidak pernah lepas dari konteks. Ia bukan soal formula tetap, melainkan soal kecocokan antara kata dan keadaan.
Bayangkan seorang petani yang hendak diajari cara menanam padi dengan teknik baru. Bila penjelasan yang diberikan penuh istilah asing, petani itu mungkin tidak memahami. Tetapi bila penjelasan disampaikan dengan bahasa sehari-hari, dengan contoh langsung di sawah, ia akan mengerti. Kata-kata yang digunakan di sini terbukti benar karena ia menolong petani melakukan tindakan dengan lebih baik. Efisiensi komunikasi, sekali lagi, adalah keterhubungan antara pesan dan hasil nyata.
Komunikasi sebagai Jalan Menuju Tindakan
James menolak pandangan bahwa pikiran manusia adalah gudang ide yang hanya perlu disusun dengan rapi. Baginya, pikiran adalah alat untuk bertahan hidup, dan kata-kata adalah perpanjangan dari alat itu. Maka, komunikasi bukan sekadar bertukar informasi, melainkan sarana untuk bertindak. Ia menjadi efisien bila benar-benar menuntun seseorang dari keraguan menuju langkah yang jelas.
Mari kita bayangkan sebuah desa kecil di mana seorang pemimpin hendak mengajak warganya membersihkan saluran air yang tersumbat. Ia bisa saja berpidato panjang tentang pentingnya kebersihan lingkungan, dampak kesehatan, dan teori sanitasi. Semua itu benar secara konsep, tetapi jika setelah pidato warga tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, maka komunikasi itu gagal. Sebaliknya, bila pemimpin berkata, Besok pagi kita kumpul jam tujuh, bawa cangkul dan karung, kita bersihkan saluran bersama-sama, maka pesan itu jauh lebih efisien. Ia singkat, jelas, dan langsung mendorong tindakan. Dari sudut pandang James, komunikasi pemimpin yang kedua inilah yang benar, karena terbukti berhasil secara praktis. Kata-kata itu menjadi jalan yang membawa orang bergerak, bukan hanya berpikir.
Komunikasi yang efisien juga sering kali tidak memerlukan hiasan retorika. Justru kesederhanaanlah yang membuat pesan itu menyeberang dengan cepat dan tepat. Tetapi kesederhanaan ini bukan asal singkat. Ia menuntut kepekaan untuk menyesuaikan kata dengan pendengar. James menyadari bahwa manusia berbeda-beda, dan sebuah pesan hanya bisa berhasil bila ia mampu menyentuh pengalaman konkret penerimanya.
Di sinilah terlihat hubungan erat antara efisiensi komunikasi dan pandangan James tentang kebenaran. Kata-kata yang berhasil menuntun tindakan bukan hanya efisien, tetapi juga benar dalam arti pragmatis. Sebaliknya, komunikasi yang gagal menimbulkan kebingungan atau tidak menghasilkan apa-apa, walaupun indah dan rumit, tetaplah tidak benar.
Dengan demikian, efisiensi komunikasi adalah soal bagaimana kata-kata menjadi jalan. Jalan yang menghubungkan dunia pikiran dengan dunia tindakan. Jalan yang membawa manusia dari abstraksi menuju pengalaman nyata. Jalan yang diuji bukan oleh teori, melainkan oleh hasil.
Penutup
Pandangan William James tentang kebenaran sebagai keberhasilan praktis membuka cara pandang baru terhadap komunikasi. Ia mengingatkan bahwa komunikasi tidak boleh diperlakukan sebagai hiasan bahasa atau permainan logika semata. Komunikasi adalah sarana hidup, dan ukurannya adalah keberhasilan.
Kebenaran komunikasi, menurut James, tampak bila ia sungguh bekerja. Ia tampak ketika seseorang paham apa yang harus dilakukan, ketika pesan membawa orang keluar dari kebingungan, ketika kata-kata berubah menjadi langkah konkret. Efisiensi komunikasi bukan soal singkat atau panjang, melainkan soal apakah ia menuntun pada tindakan yang tepat.
Dalam kehidupan sehari-hari, pelajaran ini terasa sangat dekat. Entah dalam percakapan sederhana antara orang tua dan anak, dalam ajaran guru kepada murid atau dalam arahan pemimpin kepada pengikut, efisiensi komunikasi selalu diuji oleh hasil. Apakah anak benar-benar mengerti? Apakah murid bisa mengerjakan soal? Apakah warga bergerak membersihkan saluran? Bila iya, maka komunikasi itu efisien sekaligus benar dalam arti pragmatis.
Warisan James adalah ajakan untuk tidak terjebak pada kata-kata kosong. Ia mengingatkan kita bahwa kata-kata hanya berarti sejauh ia hidup dalam pengalaman. Maka, efisiensi komunikasi bukan sekadar keterampilan berbicara, melainkan keterampilan menyambungkan makna dengan tindakan. Dan di situlah letak kebenaran, pada keberhasilan praktis yang nyata, yang dirasakan dan yang dijalani.
Wawan Sutaji