Ketika Kemenangan Bukan Soal Taruhan

Beranda Literasi- Ada orang yang percaya meja judi adalah tempat di mana keberuntungan bersembunyi. Mereka datang dengan harapan bahwa sekali lempar dadu, sekali putar roda, sekali buka kartu, hidup bisa berubah. Di sanalah, konon kemenangan menanti. Tetapi kemenangan macam apakah itu? Apakah ia benar-benar sebuah capaian, atau hanya bayangan yang menari di dinding, sebagaimana fatamorgana yang memantulkan air di tengah padang pasir?

Bila kita mau jujur, perjudian lebih sering memberi janji ketimbang kepastian. Janji itu sederhana, kesempatan untuk melawan nasib dengan taruhan kecil, seolah hidup sendiri bisa dipertaruhkan. Taruhan semacam itu menghadirkan rasa tegang, adrenalin, bahkan memberi kebebasan sementara dari rutinitas yang menjemukan. Namun apa yang tampak sebagai kebebasan, barangkali hanyalah bentuk lain dari ikatan itu sendiri. Erich Fromm pernah menulis jika manusia sering melarikan diri dari kebebasan sejati karena tidak kuat menanggung beban tanggung jawab yang menyertainya. Mungkin di situlah letak pesona judi, ia menjanjikan risiko tanpa tanggung jawab berupa kemenangan tanpa usaha panjang.

Orang-orang duduk berjam-jam di meja taruhan, bukan semata untuk uang, melainkan untuk merasakan sensasi yang sulit dicari di tempat lain. Sensasi itu seperti mengisi ruang hampa yang diam-diam mengintai kehidupan modern, keterasingan dari pekerjaan, dari sesama, bahkan dari diri sendiri. Setiap kartu yang dibuka, setiap dadu yang menggelinding, seolah memberi makna singkat yang segera menguap. Di balik semua sorak-sorai, mungkin yang dicari bukan kemenangan, melainkan pelarian. Tetapi pelarian itu aneh. Ia tidak membawa lari, justru mengikat semakin erat. Seseorang merasa bebas saat menekan tombol mesin slot, padahal pada saat yang sama, ia sedang menyerahkan kebebasannya pada mekanisme yang dingin dan impersonal. Ironi inilah yang membuat perjudian begitu menawan, ia menghadirkan ilusi pengendalian, padahal kendali itu tidak pernah ada di tangan pemain. Bukankah itu sebuah paradoks? Berani mengambil risiko, tetapi risiko yang justru telah dipastikan menelan yang berani itu sendiri.

Fromm membedakan antara hidup dalam modus memilik dan hidup dalam modus menjadi. Judi jelas berdiri di wilayah memiliki karena ada keinginan untuk meraih lebih banyak serta untuk mengumpulkan hasil yang bisa digenggam. Tetapi semakin keras seseorang berusaha memiliki, semakin ia merasa kurang. Semakin banyak ia mengejar kemenangan, semakin jauh ia dari ketenangan yang sebenarnya dicari. Dalam lingkaran itu, tidak ada akhir selain kehilangan yang terus-menerus semakin membesar.

Namun barangkali, di suatu titik, seorang penjudi akan menyadari bahwa cara menang tidak selalu berarti menggenggam lebih banyak. Ada saatnya kemenangan justru hadir dalam bentuk pelepasan, ketika seseorang tidak lagi duduk di kursi yang sama, tidak lagi menatap kartu dengan jantung berdebar, tidak lagi menunggu giliran roda berhenti. Kemenangan mungkin tidak berbunyi keras, tidak dirayakan dengan sorakan, tetapi hadir dalam keheningan yang lebih jujur, yaitu keheningan saat seseorang kembali menjadi tuan atas dirinya.

Apakah itu berarti tidak ada yang bisa dimenangkan di meja judi? Tentu tidak sesederhana itu. Ada orang yang akan berkata mereka pernah menang besar, sekali putar nasib membawa pulang keberuntungan. Tetapi kemenangan yang demikian sering lebih berfungsi sebagai pengikat baru, semacam undangan untuk kembali, agar siklus itu terus berputar. Kadang kemenangan kecil hanyalah umpan, agar seseorang percaya ada pintu menuju kebebasan padahal ia semakin masuk ke dalam labirin yang sangat rumit.

Cara menang dalam berjudi, jika memang ada, tampaknya tidak sama dengan apa yang biasanya dibayangkan. Ia bukan tentang jumlah koin di atas meja atau tentang tumpukan chip yang bisa dihitung. Ia lebih mirip sebuah sikap keberanian untuk menyadari permainan seperti apa yang sedang berlangsung dan tempat seperti apa yang sedang diduduki. Bagi sebagian orang, menyadari itu saja sudah merupakan kemenangan, karena dari kesadaran lahir berbagai pilihan yang lain.

Fromm barangkali akan mengatakan, kemenangan itu hadir saat manusia berani menghadapi hidup secara otentik tanpa perlu mencari fatamorgana di luar dirinya. Sebab risiko sejati bukanlah kehilangan taruhan, melainkan kehilangan diri. Dan hanya mereka yang berani menjaga diri dari kehilangan itulah yang pantas disebut pemenang.


Mungkin inilah ironi terakhir, cara menang dalam berjudi justru bukan dengan terus bermain, melainkan dengan meninggalkan permainan yang menjebak tadi. Tetapi biarlah hal itu tidak diucapkan terlalu lantang. Sebab sebagian orang perlu merasakannya sendiri bagaimana berada di antara riuh dadu, kilau kartu dan dengung mesin, sampai seseorang itu menyadari bahwa kemenangan sejati ada di tempat yang tak pernah disediakan kasino mana pun.


Wawan Sutaji

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama