Sebelum percaya, M. Aan Mansyur

 

Sebelum percaya

Karya: M. Aan Mansur


Di antara segala yang

tak kupahami diriku

Terlalu cepat kupelajari dan

terlampau lambat kumengerti


Dan kau di kejauhan

Ada seseorang di dalam mu

Melarang merindukan diri lain

Masa lalu yang membuat kopi pagi

tidak butuh gula dan kawan bicara.


Aku menulis berjuta-juta kata

Tapi tiap kata lupa dari mana

Dan untuk siapa ia tiba

Aku mencintai segala yang tidak

memaksa aku mengingat kau


Tapi tak ada yang jauh, hanya ada jarak

Tapi tanpa jarak, puisi adalah api

Kata-kata kayu bakar semata

Tapi kau tak perlu menyentuhnya

Tapi aku ingin mengajakmu

membaca dan berbahagia dan berduka

Tapi aku percaya tiap manusia

Cuma memiliki keraguan


Pembacaan

Puisi Sebelum Percaya berangkat dari ketegangan antara pengetahuan dan pemahaman, antara kecepatan belajar dan kelambatan mengerti. Baris-baris awal menyingkap paradoks eksistensial manusia, kita dapat menguasai banyak hal dengan cepat, namun tetap tertinggal dalam memahami makna terdalamnya. Di sinilah puisi mengajak pembaca untuk berhenti sejenak, merenungkan bahwa ada jarak yang tak selalu bisa ditempuh dengan kecerdasan, melainkan dengan pengalaman dan penyerahan diri.


Jika kita menengok dari sisi tanda dan simbol, puisi ini menghadirkan sejumlah citra yang bekerja sebagai pengganti gagasan abstrak, kopi pagi yang tidak butuh gula, kata-kata yang lupa asal-usulnya, jarak yang membentuk api puisi. Kopi tidak lagi sekadar minuman, melainkan representasi masa lalu yang mandiri, keras, dan tidak memerlukan pemanis eksternal. Kata-kata yang kehilangan asal-usul melambangkan keterputusan manusia dari sumber makna, sekaligus menunjukkan betapa rapuhnya ingatan. Sedangkan jarak menjadi paradoks, ia menciptakan perpisahan, namun juga memungkinkan puisi bernyala. Melalui tanda-tanda ini, penyair memperlihatkan bahwa hidup hanya dapat dimengerti dengan membaca simbol-simbol kecil yang tampak sederhana, tetapi menyimpan kedalaman pengalaman.


Namun makna tidak berhenti pada simbol. Ia bergerak dalam lingkaran pemahaman. Keseluruhan puisi berbicara tentang usaha menafsir ulang pengalaman dari kata yang tercerai-berai menuju pemaknaan baru. Proses ini tidak menghasilkan kepastian, melainkan menemukan bahwa justru keraguan adalah hakikat yang dimiliki setiap manusia. Dengan demikian, puisi ini beroperasi sebagai teks yang menafsir dirinya sendiri, sebuah dialog antara masa lalu yang pahit dan masa kini yang ragu, antara kerinduan yang ditahan dan cinta yang tidak menuntut ingatan.


Pada akhirnya, puisi ini bukan sekadar representasi simbolis atau permainan makna, melainkan pengalaman yang dihadirkan secara langsung. Membaca puisi ini berarti turut mengalami kegelisahan penulis, belajar terlalu cepat, mengerti terlalu lambat, merindu tetapi ditahan, menulis kata-kata yang terputus dari asalnya. Semua itu adalah pengalaman fenomenologis yang nyata, yang tidak bisa digantikan dengan abstraksi semata. Yang tersisa adalah perasaan ragu sebagai kondisi eksistensial, manusia tidak pernah sepenuhnya percaya, dan justru karena keraguan itulah puisi menjadi mungkin, kata-kata menyala, dan pengalaman menjadi bermakna.


Dengan demikian, Puisi Sebelum Percaya M. Aan Mnasyur dapat dibaca sebagai teks yang mempertautkan simbol, tafsir, dan pengalaman. Ia menunjukkan bahwa sebelum kita tiba pada kepastian, yang kita miliki hanyalah keraguan yang mungkin justru di sanalah letak kejujuran manusia.



Wawan Sutaji

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama