Tak
Pernah Usai
Di
bawah naungan jiwa yang subur
Ku
tempatkan pula jiwa mu
Diantara
relung yang pengap namun tak terbatas
Mencurahkan
segala rahasia
Rahasia
yang menyibak kebenaran
Senyuman
mu merekah indah
Kulihat
cahaya di matamu
Bersinar
tentram di ufuk timur
Di
dinding jiwaku kau tiupkan
Aroma
wewangian surgawi
Menjelma
perasaan senang ku
Aku
terbang ke segala arah ke angkasa yang luas
Kubuka
jubahku berisi pena dan tinta
Ku
coret-coret dinding angkasa dengan namamu
Ku
umbar kalimat sesukaku
Di
depan lentera yang temaram
Ku
bersimpuh kembali denganmu
Selamanya
Bandung,
2020
Kepasrahan ku
Ku
biarkan senandung kepasarahan
Yang
berisikan untaian mutiara cinta
Agar
engkau semakin sempurna
Ku
tanggalkan segala ego di dada
Agar
leluasa tanpa ada sesak nantinya
Itu
aku lakukan agar aku terbiasa
Mengikuti
arus yang deras
Tentang
cerita yang sengaja ku buat
Meskipun
aku tak tahu alur cerita esok
Demi
menjaga senyummu agar lestari
Juga
tak menyakiti hatimu
Aku
terbiasa menengokmu hanya lewat jendela rumahku
Yang
kian hari usang oleh waktu
Namun
hatiku terpelihara
Dan
engkau pun utuh selamanya
Bandung,
2020
Tentang
dirimu
Mungkin
aku sedang tenggelam
Di
dasar palung terdalam
Atau
jiwaku lenyap bagaikan kepulan asap rokok terakhir
Mataku
masih sehat
Namun kehilangan pandangan
Ketika
pikiranku tentang dirimu saja
Aku
terbuai oleh sorot matamu yang indah
Aku
luruh akan bisikanmu yang lirih
Kata-katamu
seperti busur panah
Yang
siap menancap
Di
hati yang telah lama usang
Atau
di pikiran yang bobrok nan kumuh
Mungkin
kau yang akan memperindah
Dan
menghiasinya di kemudian hari
Bandung,
2020
Dua Sampan
Dua
sampan itu membisu
Kala
dihamparkan danau dan menjadi permadani
Kala
kabut membubuhi
Terpaku
untuk sementara
Tak
ada gairah mengayuh
Langit
yang pucat enggan menyapa
Semuanya
terasa hampa
Wahai
jiwa jiwa yang terpendam
Terbuai
oleh gairah yang membinasakan
Sampai
kapan demikian?
Kalian
hanya bisa menunggu perubahan
Sangat
bodoh
Perubahan
tercipta dari mekarnya cahaya mu
Mulai
lah dengan indah
Perjalanan
menyusuri danau
Hingga
kabut mengakhiri dirinya sendiri
Dan
sampul itu manjadi cerah
Berganti
warna menjadi hijau kesuburan
Mulailah
mengayuh kembali
Dengan
damai
Bandung,
2020
Alasanku
Kulihat
semua orang memilih beranjak
Diriku
tetap diam ditempat
Tubuhku
berat dirampas hasrat
Seperti
batu karang yang kokoh
Berjuta-juta
kali di hantam ombak kehidupan
Namun
dia tak sedikitpun bergeser
Dia
ikhlas menerima tamparan ombak
Mungkin
karena alasan cinta
Menjadi
batas diantara dua kehidupan
Bertapa
bersama keabadian
Haruskah
demikian?
Aku
sedang bahagia
Senyumanku
bertahan
Disaat
segalanya terasa ringan kurasakan
Karena
ada dia bersembunyi dibalik tabir
Yang
tak pernah bisa terjangkau oleh akal
Maupun
bunga tidur
Berbisik
lah sebentar hantarkan aku ke pelupuk mata mu
Yang
dingin seperti bekas wudu subuh
Aku
tak sabar merengkuh
Bertutur
kata yang manis
Dihadapannya
adakah pilu?
Di
relung hati telah ku semai
Bibit-bibit
bunga mawar
Berduri
namun berbunga cantik
Teruslah
abadi sampai ku jumpai
Tanpa
ada noda bekas pupuk
Yang
kuambil setelah ku berkelana
Di
sana aku hancur sehancur hancurnya
Bandung, 2020