Selarik Rindu I
I
Itu rindumu
kekasih
bening mendekap
punggung daun
beraroma harum
lembah
dambaan hijau
rerumputan
juga benih
cemara dilereng kesepian
II
Seperti udara
yang disuguhkan pagi
Do’a yang kau
kidungkan
Mengangkat
kakiku melangkah
Walau sejengkal,
aku akan sampai
II
Kekasih, Jika
bulan tak sehangat puisiku
Bersandarlah
pada dinding kamar itu
Meski dingin, tapi
menyimpan selarik rind
yang penah aku tumpahkan
IV
Sayu jemarimu
tiba ditanganku
Teduh detikpun
jatuh kerahim bisu
Ku tentang
rindumu tak kemarau
Berhumus tumbuhkan
mawar
dan cerita
panjang
Ku hendaki
cerita usai Air matamu menderai
Selarik Rindu II
I
Barangkali aku
gerak beku
Menghentikan
detak waktu
Agar harum dan
warnamu yang mekar segar itu
Tak mampu terbunuh
layu
II
kekasih, rona senja jingga kan dinding kamarku
Melangitkan
bias air matamu
Yang dulu kau
baca sebagai tak bermakna
III
Kekasih, biar
kubaca binar matamu
Sebagai harum
bunga sedap malam
Dalam gerak
angin mati
Tetkala hari
masih bayi
Yang semua
orang tahu betapa indahnya itu
IV
kekasih, yang tersisa dari malam hanya keheningan
Menampung
segala do’a dari getar nadiku
Yang mohonkan
pagi paling embun
Untuk napas
daun-daun
Begitu harum
saat kau cium
V
Arakan awan
hitam dilangit kotaku
menghimpun
keluh suar petir tunggal
kemudian pecah
menjadi engkau
aku terhenti
Capung
Sehabis hujan
Capung beterbangan
Saling tolak
menolak bertabrakan
dalam hidup
yang tunduk pada kecepatan
Kecewa
Mari tenggelam
ketubuh malam
Saat cahaya
enggan menyentuh ruang bernoda
Atau sekadar
melukis bianglala
Pada
pucuk-pucuk dau berembun
Agar binal
kecemasan
Sampai pada
kedamaian hati kita
Puisi Karya Semesta
Bersama elegi Sebait puisi
Ia letakkan Di atas geladak
Sampan rapuh Limbungan keluh
Bersama tugur Merah anggur
Matahari tua Dan kesepian Putih dandelion
Aku mengeja Setiap aksaranya