Analisis Gender dan Transformasi Sosial

 


Pendahuluan

            Sumber konflik yang melanda masyarakat dewasa ini bukan hanya diakibatkan dari adanya ketimpangan ekonomi, politik, pendidikan, ataupun agama. Bahkan konflik bisa dipicu dari adanya ketimpangan gender. Gender bisa jadi pemicu utama dalam melahirkan berbagai problematika hidup yang terjadi pada saat ini. Sering kali kita terjebak dalam pemahaman antara seks dan gender. Maka dari itu perlu adanya pemahaman yang komprehensif dalam memahami seks dan gender.

            Dari adanya pemahaman seks dan gender sehingga hal itu yang menjadi pemicu utama dalam melahirkan gerakan feminism. Sebelum kita memahami feminism perlu kita pahami arti dari gender itu sendiri, gender diartikan sebagai konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari aspek sosial budaya, bukan dari jenis kelamin. Sedangkan seks (jenis kelamin). Jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis, dan memang sudah melekat pada jenis kelamin tertentu.

            Alat-alat yang bersifat biologis dan melekat pada salah satu gender baik laki-laki ataupun perempuan merupakan sesuatu yang menetap dan tidak bisa diubah dan merupakan ketentuan biologis atau ketentuan Tuhan. Sedangkan gender merupakan suatu yang melekat pada kaum laki-laki  maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. [1]

            Selalu saja relasi antara laki-laki dan perempuan yang melahirkan adanya konflik, bahkan yang lebih ekstrim terjadinya penindasan dalam konteks gender. Oleh karena itu tugas utama analisi gender ialah memberikan makna, konsep, asumsi, idiologi, dan praktik hubungan baru antara kaum laki-laki dan perempuan serta realisasinya terhadap aspek-aspek kehidupan lainnya yang lebih luas. Dalam perspektif gender transrormasi sosial sejatinya merupakan dekonstruksi peran gender dalam seluruh aspek kehidupan di mana terrefleksi perbedaan-perbedaan gender yang telah melahirkan ketidakadilan gender.

Pembahasan

Pokok pembahasan dalam buku yang dikarang oleh Mansour Fakih dengan judul  Analisis Gender dan Transformasi Sosial, dalam buku ini dibagi menjadi tiga bagian. Yakni, bagian pertama mengenai analisis gender dan ketidakadilan, kedua analisis gender dalam gerakan transformasi perempuan, dan ketiga agenda mendesak gerakan feminisme, termasuk tantangan dan strateginya pada masa mendatang.

Dalam tulisan ini lebih fokus pada pembahasan bagian kedua mengenai Analisis dan Gerakan Transpormasi Perempuan,  yang mana pembahasan mengenai gender lebih dipertegas. Gender merupakan alat analisis umumnya dipakai oleh penganut ilmu sosial konflik yang justru memusatkan pada ketidakadilan setruktural dan system yang disebabkan oleh gender. Gender merupakan hasil daya cipta manusia mengenai perbedaan prilaku antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruk dan disepakati oleh masyarakat serta disosialisasikan. Gender bukan seks yang bersifat menetap serta tidak bisa diubah lagi. Peran gender bisa dipertukarkan contohnya pesifatan gender pada kamu perempuan seperti perempuan harus lemah lembut, ternyata peran itu bisa terapkan pada laki-laki karena pada kenyataanya laki-laki ada yang lemah lembut. Begitupun pesifatan pada laki-laki bisa ditukarkan dengan perempuan.

 Pada umunya banyak orang berprasangka bahwa paham feminisme adalah gerakan pemberontakan terhadap kaum laki-laki, yang tujuannya untuk melawan pranata sosial yang ada, misalnya, institusi rumah tangga, perkawinan maupun usaha pemberontakan perempuan untuk mengingkari apa yang disebut sebagai kodrat. Karena adanya kesalah pahaman dalam memahami gerakan feminism sehingga hal itu memberikan kesan negative yang berakibat kurang adanya perhatian mengenai gerakan feminism.

Gerakan feminisme merupakan gerakan yang berangkat dari asumsi dan kesadaran atas dasar persamaan dan kemanusiaan. Yang menganggap bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas, dieksploitasi sehingga harus ada upaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Meskipun ada beberapa aliran feminisme, pada hakikatnya mereka sepaham bahwa perjuangan feminis adalah demi kesamaan, martabat, dan kebebasan untuk mengontrol raga dan kehidupan, baik dalam ranah domestic maupun public.

Secara sederhana, aliran feminisme dibagi menjadi dua aliran besar dalam ilmu sosial, yaitu aliran status quo atau fungsionalisme dan aliran konflik. Pertama Aliran fungsionalisme struktural atau sering disebut aliran fungsionalisme adalah mazhab arus utama (mainstream) dalam ilmu sosial yang dikembangkan oleh Robert Merton dan Talcott Parsons. Aliran ini berkeyakinan bahwa masyarakat adalah suatu sistem yang terdiri atas bagian dan saling berkaitan (agama, pendidikan, struktur politik sampai keluarga) dan tiap-tiap bagian secara terus-menerus mencari keseimbangan (equilibrium) dan harmoni. Bagi penganut teori ini, masyarakat berubah secara evolusioner. Konflik dalam suatu masyarakat merupakan akibat dari tidak berfungsinya integrasi sosial dan keseimbangan. Oleh karena itu, harmoni dan integrasi dipandang fungsional, bernilai tinggi, dan harus ditegakkan, sedangkan konflik harus dihindarkan. Dengan demikian, status quo harus dipertahankan. Teori ini menolak setiap usaha yang mengguncang status quo, termasuk yang berkenaan dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Jika perubahan harus terjadi, yang diperlukan adalah reformasi yang terkontrol, yang tidak menganggu stabilitas sosial. 

Pengaruh fungsionalisme ditemukan dalam pemikiran feminisme liberal. Aliran ini muncul sebagai kritik terhadap teori politik liberal yang pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan dan nilai moral serta kebebasan individu, tetapi pada saat yang sama mendiskriminasi kaum perempuan. Berbeda dengan feminisme radikal, feminisme liberal tidak mempertanyakan diskriminasi akibat ideologi patriarki dan juga tidak mempersoalkan analisis atas struktur kelas, politik, ekonomi, dan gender seperti yang dipermasalahkan oleh gerakan feminisme sosialis.

Asumsi dasar feminisme liberal berakar pada pandangan bahwa kebebasan (freedom) dan kesamaan (equity) berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Kerangka kerja feminis liberal dalam memperjuangkan persoalan masyarakat tertuju pada kesempatan dan hak yang sama, termasuk di dalamnya kesempatan dan hak kaum perempuan. Jika sistem sudah memberikan kesempatan yang sama kepada laki-laki dan perempuan, tetapi kaum perempuan tidak mampu bersaing dan kalah, yang perlu disalahkan adalah kaum perempuan sendiri. Dengan dasar itu, usulan feminis liberal adalah mengatasi masalah kaum perempuan dengan cara menyiapkan kaum perempuan agar bisa bersaing dalam dunia yang penuh dengan persaingan bebas. Keterbelakangan perempuan dilihat sebagai akibat dari sikap irasional yang bersumber pada nilai tradisional dan juga karena perempuan tidak berpartisipasi dalam pembangunan. Oleh karena itu, pelibatan perempuan dalam industrialisasi dan program pembangunan dianggap sebagai jalan untuk meningkatkan status perempuan. Salah satu pengaruh feminisme liberal terekspresi dalam teori modernisasi dan program global yang dikenal dengan nama Woman in Development. 

Aliran konflik berpendapat bahwa setiap kelompok masyarakat memiliki kepentingan (interest) dan kekuasaan (power) yang merupakan pusat dari setiap hubungan sosial, termasuk hubungan kaum laki-laki dan perempuan. Setiap gagasan dan nilai selalu dipergunakan sebagai senjata untuk menguasai dan melegitimasi kekuasaan, tidak terkecuali hubungan antara laki-laki dan perempuan. Perubahan akan terjadi melalui konflik yang akhirnya akan mengubah posisi dan hubungan. Perubahan hubungan antara laki-laki dan perempuan akan dilihat sebagai konflik antar dua kepentingan.

Kelompok penganut aliran konflik, di antaranya, adalah feminisme radikal, feminisme marxis, dan feminisme sosialis. Feminisme radikal menganggap bahwa penindasan terhadap kaum perempuan oleh laki-laki berakar pada ideologi patriarki. Patriarki adalah dasar dari ideologi penindasan yang merupakan sistem hierarki seksual, laki-laki memiliki kekuasaan yang superior dan keistimewaan dari segi ekonomi. Feminisme radikal menganggap bahwa revolusi dan perlawanan atas penindasan perempuan dapat dilakukan dalam bentuk yang sangat personal. Personal is political memberi peluang politik bagi kaum perempuan.

Selanjutnya, feminisme marxis berpandangan bahwa penindasan perempuan merupakan bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi (bagian dari kerangkan pikir kapitalisme). Kaum perempuan dianggap bermanfaat bagi sistem kapitalisme karena upah buruh perempuan lebih murah dibandingkan dengan buruh laki-laki. Menurut marxis klasik, perubahan status perempuan dapat dilakukan melalui revolusi sosialis dan dengan menghapus pekerjaan rumah tangga (domestic). Dari perspektif ini, diyakini bahwa emansipasi perempuan terjadi jika perempuan berhenti mengurus rumah tangga.

Feminisme sosialis dianggap lebih memiliki harapan di masa depan karena secara umum analisis yang ditawarkan lebih dapat diterapkan oleh gerakan perempuan. Feminisme sosialis menganggap bahwa penindasan perempuan bisa melahirkan kesadaran revolusi, tetapi bukan revolusi model perempuan sebagai jenis kelamin (woman as sex) seperti yang diperjuangkan oleh feminis radikal. Bagi feminis sosialis, ketidakadilan bukan akibat dari perbedaan biologis atau perbedaan kegiatan produksi antara laki-laki dan perempuan, tetapi lebih karena konstruksi sosial terhadap perbedaan itu. Dengan dasar itu, feminis sosialis memerangi konstruksi visi dan ideologi masyarakat serta struktur dan sistem yang tidak adil yang dibangun atas bias gender.

Penutup

                Adanya kesalahan dalam memahami kata seks dan gender yang memicu lahirnya konflik ketidakadilan gender sehingga melahirkan gerakan feminism. Asumsi utama gerakan feminism ialah atas dasar kesadaran kaum perempuan untuk memperjuangkan hak kemanusiaan dan persamaan. Pada umumnya masyarakat kurang memberi perhatian terhadap gerakan ini karena menganggap gerakan pembrontakan terhadap kaum laki-laki, yang tujuannya untuk melawan pranata sosial yang ada, misalnya, institusi rumah tangga, perkawinan maupun usaha pemberontakan perempuan untuk mengingkari apa yang disebut sebagai kodrat.

Daftar Pustaka

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2013.

M. Nuruzzaman, Kiai Husein Membela Perempuan, Yogyakarta, Pustaka Pesantren, 2005.


Rizal Pahlevi



[1] M. Nuruzzaman, Kiai Husein Membela Perempuan, Yogyakarta, Pustaka Pesantren, 2005, hal 17-18.

Post a Comment

Previous Post Next Post