Puisi-puisi Wawan Sutaji



Transisi negatife

Biarkan kata-kataku melata

Tanpa tuan atau puan yang ditujunya

Demi mengenal lebih intim hutan-hutan

Yang sebentar lagi akan tiada


Kenangan datang dengan mudah

Bersama suara angin atau harum lembah

Dimana pohonan rimbun berdiri tegak

Dengan akar kokoh mencengkram tanah


Biarkan kata-kataku melata tanpa kenal lelah

Menghapal nama tumbuhan dan hewan

Yang pergi mengungsi

 Yang pergi tak kembali


Dan lihatlah

Katak dan burung Yang tersisa

Murung karena guruh pabrik padat

Tidak memberi suara mereka tempat


Guruh asing itu kini membabibuta

Guruh yang tumbuh diladang kita

Yang tumbuh entah untuk apa

Entah untuk siapa



Keluh


Sebaiknya antarkan aku keakar hujan

Tempat do’a-do’a menghitam dan dijatuhkan

Awan yang tembaga tertusuk ranting rapuh

Yang tumbuh dari tangis seorang gadis


Ritma gerimis berkuku panjang

Dan disebrangnya para pembaca wahyu

Lapisi dinding telinga dengan baja

Dengan sengaja tak mau tahu apa-apa


Dalam rasa kecewa yang berapi

Badai debu terus ingin menguburku

Dan satu-satunya teman adalah kesepian

Ingin kubakar seluruh makna dilautan kata


Sebaiknya antarkan aku keakar hujan

Atau wariskan kerikil cara Nabi berpikir

Jika sebongkah logikanya

Terlalu berharga untuk dipinta



Bebek dan gembala


Bebek-bebek lucu yang gemar bermain

Sekarang hanya berdesakan di kandang

Menimang rumput-rumput yang layu

Bersolek dangan saling berbagi kotoran

Mereka tak sanggup mengenang bersih lumpur

Karena air telah bercampur limbah beracun


Beberapa hari yang lalu

Sang gembala meninggalkan mereka

Di sawah tepat belakang kandang

Beton-beton tumbuh memanjang

Mesin-mesin bising lalu-lalang

Sang gembala menabrak pembatas jalan

O.....  bebek-bebek yang malang

Bingung  untuk temukan makan

Post a Comment

Previous Post Next Post